Entri Populer

Senin, 26 Desember 2011

Selamatkan heritage dengan pantomim


Harian Jogja, Kamis Pahing (28 Juli 2011)
Selamatkan heritage dengan pantomim

Apriliana Susanti
Wartawan Harian Jogja

Pantomim bagi seorang Wanggi Hoed bukan sekedar seni tanpa kata-kata, namn juga untuk mengkampanyekan sejarah warisan sejarah budaya Indonesia. Dalam program Backpacker Nyasar Nyusur History Indonesia, pria asal Bandung ini mampir di Jogja untuk berpantomim di beberapa ruang publik yang memiliki nilai sejarah. “Selamatkan heritage [warisan budaya] jangan hanya di bibir saja. Kami mencoba berbuat secara nyata untuk menyelamatkan heritage di Indonesia,” ungkapnya usai pertunjukan pantomimnya di depan area Taman Budaya Yogyakarta (TBY) Sabtu (23/7) lalu. Wanggi menuturkan, kesadaran masyarakat Indonesia dalam menjaga dan melestarikan warisan-warisan budaya masih rendah. Hal itu di buktikan dengan banyaknya bangunan-bangunan peninggalan masa lalu yang tak terawat bahkan banyak diantaranya yang di bongkar untuk di bangun gedung-gedung modern. “Selama perjalanan kami menyusuri heritage-heritage di berbagai kota di Indonesia, kami jumpai banyak peninggalan-peninggalan bersejarah yang tidak terawat,” ujarnya. Dalam setiap penampilannya, Wanggi Hoed selaludi temani oleh Irwan Nu’man yang meniup terompet. Mereka berdua tergabung dalam komunitas Mixi Imajimimetheatre Indonesia yang bermarkas di Bandung, Jawa Barat.

Pertunjukan jalanan
Pada kesempatan lain, Wanggi Hoed tidak hanya berpantomim untuk penyelamatan warisan budaya saja. Bersama beberapa mahasiswa Magister Manajemen Pertunjukan Institut Seni Indonesia (ISI) Jogja, mereka menggelar pertunjukan jalanan di Titik Nol Kilometer untuk menggalang dana bagi anak-anak yatim piatu pada Jumat (22/7). “Kami di ajak teman kami [mahasiswa ISI] untuk show di sana. Kebetulan juga acaranya dekat bangunan-bangunan peninggalan sejarah seperti kantor pos besar,” ujarnya. Dalam pertunjukan di kedua tempat itu, aksi Wanggi mendapat sambutan hangat penonton. Umumnya, penonton tertarik melihat pantomim yang jarang mereka lihat di ruang publik. Namun demikian, tidak semua pertunjukan mereka mendapat sambutan hangat. Mereka mengaku kerpakali di kejar-kejar oleh petugas kepolisian karena dianggap menggangu ketertiban umum. Bahkan mereka juga pernah dirampok seusai pentas di Bandung. “Waktu show di Jakarta, kami hampir diusir dan dimasukkan bui oleh polisi dan ketika di Bandung, kami kena perampokan,” ungkap Wanggi. Meskipun kerap menemui berbagai halangan, Wanggi dan Irwan Nu’man tidak menyerah untuk tetap menyuarakan penyelamatan dan pelestarian warisan-warisan budaya Indonesia. Rencananya, Mixi Imajimimetheatre Indonesia akan menyusuri peninggalan-peninggalan bersejarah di Kota Solo pada September mendatang. “Save heritage, semoga bukan hanya di bibir saja! Ini bukan hanya misi kami, tapi misi untuk Indonesia dan dunia,” tegasnya.






Harian Jogja :



Jadi Backpacker untuk Kampanyekan Budaya Indonesia


Harian Pagi “Tribun Jogja”, Kamis Pahing (28 Juli 2011)
_Jadi Backpacker untuk Kampanyekan Budaya Indonesia_
Pernah Diusir Polisi Saat Pentas
Cita-cita mulia tak selalu berjalan mulus, selalu saja ada aral melintang. Itulah yang dialami Wanggi Hoediyatno (23) dan Irwan Nu’man (26), dua orang backpacker yang mengusung misi untuk mengkampanyekan sejarah warisan budaya dan khazanah indonesia melalui pertunjukan seni.
Diawali pertengahan 2010, Wanggi dan Irwan bertekad untuk mengkampanyekan pelestarian seni atau save heritage. Ia berusaha melakukan penyelamatan warisan budaya Indonesia bukan hanya sekedar di bibir saja. Pekan ini, Yogyakarta, tepatnya Taman Budaya Yogyakarta (TBY) menjadi tempat persinggahan keempat setelah sebelumnya mereka pentas di tiga kota besar, meliputi Jakarta, Bandung dan Tangerang. “Yogyakarta merupakan tempat yang memiliki magnet kuat dalam konstelasi seni budaya yang masih ingin kami gali,” papar mahasiswa STSI Bandung ini. Dalam perjalanannya ke sejumlah kota di Indonesia, Wanggi mengaku pernah diusir dan terancam masuk bui ketika perjalanannya sampai di wilayah Kota Tua Fatahilah, Jakarta. Peristiwa itu terjadi pada 11 Juni 2011. Waktu itu dirinya bersama seniman, budayawan dan masyarakat setempat sedang terlibat dalam sebuah diskusi seni. Entah kenapa pihak kepolisian dari sektor Kedoya, Jakarta mengusirnya. Kabarnya tempat tersebut merupakan kawasan steril. “Kami sempat dibentak, mereka mengusir kami. Padahal saat itu saya sudah meminta ijin ke lingkungan setempat, tapi mereka tetap saja tidak percaya. Daripada memperbesar masalah, akhirnya kami mengikuti prosedur mereka saja,” papar remaja asal Cirebon ini.
Wanggi juga sempat menjadi korban pemerasan dan perampokan. Saat berdiskusi dengan orang-orang yang menyaksikan pentasnya, datanglah orang yang tak dikenal. Menyadari situasi yang kurang baik, para penonton pun akhirnya pergi satu per satu hingga tinggalah ia sendirian dan kemudian diperas. Pengalaman pahit tersebut, tak membuatnya putus asa. Ia tetap pada pendiriannya untuk melanjutkan misi Save Heritage . “Nyusur merupakan sebuah investasi bagi kami, ketika ruang-ruang publik yang seyogyanya menjadi konsumsi kecerdasan, ruang hiburan, ruang berbagi, tetapi saat ini difungsikan untuk hal-hal yang berbeda dengan isi kepala kita,” paparnya mantap. Ada harga yang harus mereka bayarkan untuk mewujudkan misinya itu. Tak hanya pikiran dan tenaga, namun mereka juga harus berusaha menghidupi dirinya sendiri selama dalam petualangan gerilya ke berbagai tempat. “Uangnya dari tabungan kami,tapi ada dana-dana cadangan dari teman dan orang tua kami.” Ungkapnya. Meski kerap kesulitan masalah keuangan, mereka dengan tegas tak ingin memanfaatkan pertunjukan tersebut untuk tujuan komersil atau istilahnya untuk mengamen.
Perjalanan yang sudah dimulai sejak 2010 itu bertujuan untuk bersilaturahmi, berbagi, mengenal satu sama lain, menjalin persaudaraan serta mengenang sejarah budaya serta seni Indonesia bahkan dunia. “Kalaupun ada yang memberi uang,saat itu juga kami sumbangkan kepada masyarakat yang lebih membutuhkan atau yang lebih menderita daripada kami,” tegasnya seraya menceritakan bahwa video pertunjukannya pernah disiarkan di TV kabel di Belgia dan diputar di 25 negara di Eropa. Nyusur History Indonesia merupakan program dari Mixi Imajimimetheatre Indonesia yang memberi ruang untuk kalangan seni dan non-seni. Mereka mengajak masyarakat Indonesia untuk bersilaturahmi lebih dekat, mengenal, mengenang, melestarikan dan menjaga serta mengkampanyekan sejarah warisan budaya dari Indonesia. Sejak 2010, Wanggi aktif latihan pantomime di halaman depan Gedung Asia Afrika Bandung dan Gedung Bata Putih di jalan Braga. Tempat itu merupakan panggung terbuka yang kerap ia gunakan untuk performing art. (Mona Kriesdinar)

Tribun Jogja :





Save Our Heritage Lewat Pantomime


Save Our Heritage Lewat Pantomime
oleh Nissa Rengganis pada 17 November 2011
Nissa Rengganis
Nyasar Nyusur History Indonesia-bukan cuma mimpi!
Hidup berawal dari mimpi! Barangkali itu kalimat yang sudah usang di telinga kita. Tapi terkadang kata-kata itu sangat ampuh untuk terus menjaga harapan dan mengejar mimpi yang kita miliki. Cuma obrolan basi dan secuil mimpi di sore hari-mengawali  terbentuknya Komunitas Pantomim - digawangi oleh dua mahasiswa STSI Bandung Wanggi Boediardjo (Pantomime) dan Irwan Nu’man (musik-terompet) yang memiliki obsesi menelusuri Indonesia. Bosan di kampus dan malu kalau berani kandang terus. Itulah yang mendorong mereka "nekat" jalan-jalan keliling kota-yang rencana seluruh Indonesia. dan, bukan kota-kota imajiner.
Nyasar Nyusur History Indonesia-begitulah nama perjalanan mereka.  Perjalanan mereka bukan sekedar untuk mencecap gemerlap kota. lebih dari itu. Mereka menyusuri kota-kota dengan membawa pertunjukan pantomime dengan memilih bangunan-bangunan tua menjadi latarnya. Pangung jalanan- itu yang saya tangkap dari konsep perjalanan mereka. Aksi mereka di halaman Balai Kota Cirebon dan Alun-Alun Kejaksan pada 30 Oktober kemarin sama sekali diluar yang saya bayangkan. Sebuah pertunjukan dimana tidak ada panggung megah, tidak ada riuh tepuk tangan penonton-tidak dengan baliho-baliho sponsor perjalanan-atau tiket masuk ke dalam gedung pertunjukan. Jalanan di tiap sudut kota disulap menjadi panggung yang sederhana dengan penampilan pantomime komedi hitam yang ceria ala J-Mack. Simboliasasi sepatu dipilih oleh Wanggi untuk menunjukkan betapa persoalan itu masih banyak dan menyesakkan. Aksi pantomime menjadi lebih hidup dengan suara terompet yang menjadi magnet tersendiri. Nyanyian terompet yang dibawakan Irwan Nu’man bukan sekedar menajdi musik pendamping, melainkan sebagai pengisi dari kekosongan-kekosongan mimik dan gerak pantomime.
Heritage: Bukan Basa-basi
Pantomime dipilih oleh dua mahasiswa STSI ini sebagai media untuk mengkampanyekan heritage. Hal ini bermula dari kegelisahan mereka yang menyaksikan banyaknya bangunan-banguann bersejarah di kota Bandung berganti wajah menjadi bangunan modern seperti factory outlet, café n resto, hotel dan lainnya. Layaknya anak muda yang selalu bergairah-ini pun membuat mereka ingin ambil bagian dalam pelestarian heritage. Sejauh ini, gerakan-gerakan pelestarian hertige di Bandung pun hanya sebatas pada kegiatan formal seperti masuknya dalam tour wisata heritage atau workshop terkait sejarah kebudayaan Indonesia. Namun, kehadiran kelompok-kelompok muda yang ikut dalam kampanye heritage memberi warna segar dengan mengemas beberapa event yang lebih dekat dengan segmen anak muda semisal lomba foto banguann tua, karnaval film, music, karnaval sepeda ontel dan salah satunya pertunjukan pantomime.
Spirit ‘street on the street”  yang dibawa oleh kelompok Pantomime asal Bandung- sudah tampil di lima kota dan seluruhnya memusatkan pada beberapa bangunan tua sebagai bentuk kampanye mereka atas pelestraian bangunan tua. Di Jakarta penampilan mereka di pusatkan pada pelataran kota tua Fatahillah.  Aksi mereka di Bandung berlokasi pada tiga tempat yaitu Gedung Merdeka, Gedung Sate dan Rumah Bata Merah. Sama halnya dengan di Yogyakarta, tanggerang dan Cirebon yang memilih lokasi di pelataran bangunan tua seperti kantor pos besar (Yogya), alun-alun Cirebon dan kali cisadane di Tanggerang. Beberapa lokasi yang dipilih tersebut merupakan salah satu cara mereka untuk ikut ambil bagian dalam pelestarian bangunan-banguan tua di berbagai kota.
Bukan saja upaya pelestarian bangunan tua lewat kampanye heritage-nya, namun kelompok ini juga berusaha melestarikan tradisi pantomime-dimana pantomime sendiri masih kurang popular di Indonesia. Dengan konsep street on the street mereka berharap kehadiran pantomime bisa membuka ruang apresiasi langsung pada penikmatnya. Karena, sejauh ini pantomime hanya hadir dari panggung ke panggung dan gedung ke gedung. Hal ini yang menyebabkan pertunjukan pantomime menjadi ruang yang sunyi.  Gagasan Nyasar Nyusur History Indonesia-membuka ruang-ruang baru bagi penikmat pantomime dan memberi kemungkinan apresiasi yang intents antara pegiat dan penikmat.
Pantomime, terompet, juru foto dan misi heritagenya – bagi saya menjadi hidup karena spirit berproses yang dibawa dari dua lelaki-belum rampung kuliahnya ini. Spirit berkesenian mereka ditunjukkan dari keberaniannya menunda tugas-tugas kuliah, jalan-jalan dengan uang ngepas, dan keberanian menyoal isu-isu global hari ini adalah titik pencapaian atas proses mereka.
Masih banyak yang perlu di pertanggungjawabkan dari perjalanan mereka. semisal seberapa signifikan isu heritage yang mereka bawa-kalau sekedar tampil dengan latar bangunan-banguan tua. alih-alih mereka terjebak dan 'latah' dengan isu global hari ini-salah satunya heritage yang mereka kampanyekan. Tapi, terlepas dari itu- saya kira perjalanan mereka memungkinkan membuka ruang-ruang apresiasi,  silaturahmi, berbagi dan mengamati perkembangan komunitas di tiap kota. Itulah barangkali bentuk investasi mereka- yang jauh lebih mahal dan berharga ketimbang bantuan dana dari para donator atau penjualan tiket pertunjukkan. Sampai tulisan ini selesai, saya salut atas keberanian dan rasa keras kepala mereka untuk tetap berkarya dengan kondisi (keungan) seadanya tapi tidak menjadi apa adanya. Mungkin sprit macam ini yang perlu di adopsi oleh beberapa komunitas di Cirebon. Bravo!
Buat dua sahabat saya: Irwan Nu’man dan Wanggi Boediardjo
Pantomime:Nyasar Nyusur History Indonesia edisi Cirebon 30 Oktober 2011- Halaman Balaikota dan Alun-Alun Kejaksan
*Photograper:
 - Ilman Saputra
 - Muhammad Iqbal

Nyasar Nyusur History Kota Bareng Pantomim



Nyasar Nyusur History Kota Bareng Pantomim
Satugeners · Gan Ridwan · Selasa, 1 November 2011
Bandung (Satugen); Nyasar Nyusur History yang biasa dilakukan Wanggi Hoediyatno Boediardjo di bilangan jalan Bragaweg akan terus dikenang boleh jadi dirindukan oleh masyarakat Bandung. Tapi, ya karena ingin ada sesuatu baru. Wanggi sang empu Pantomim sesuai dengan irama gerakan Pantomim meloncat dari satu kota ke kota lain.  
Kali ini Wanggi Hoediyatno Boediardjo punya oleh-oleh buat Satugeners  semua. Hari minggu lalu kelana Nyasar Nyusur History  Kota dilakukan sang empunya Pantomim di kota Wali Cirebon. Tempat kelahiran sang empu Pantomim ini menarik hati oleh karena kerinduan akan kota serta masyarakatnya yang khas bikin Wanggi kerasan. Apa boleh buat! Tempat kelahiran membuat seseorang merindukan sejati dirinya.
“Cirebon dikenal dengan nama Kota Udang dan Kota Wali,” Ujar Wanggi “Cirebon biasa disebut Caruban Nagari yang punya arti penanda gunung ceremai dan Grage yang punya kesan mendalam yang bermakna sebuah negri yang luas,” Lanjutnya.
Sebagai daerah pertemuan budaya Jawa dan Sunda sejak beberapa abad silam, masyarakat Cirebon biasa menggunakan dua bahasa, bahasa Sunda dan Jawa. Sang Empu Pantomim nyusur Hall Balaikota dan Alun-Alun Kejaksaan Cirebon dengan gerakan indah melakukan cerita tanpa kata. Ekspresi tiada henti dengan iringan saxophone perform di dua tempat dengan malam yang terang khas Cirebon.
Hmm namanya juga Wanggi sang empu Pantomim harus ada sesuatu yang dibagikan dalam oleh-olehnya. Wanggi ingin mengatakan “Cirebon itu asal katanya dari Caruban, dalam bahasa Jawa; punya arti Campuran. Betapa tidak! Cirebon masyarakatnya sangat pluralis Sunda, Jawa, Tionghoa, danb kombinasi campuran Arab,” Cerita Wanggi.
“Bisa juga sering masyarakat Cirebon mengenal Cirebon Ci yang berarti Cai dan Rebon berarti Udang oleh karena Udang merupakan sumber penghasilan utama bagi masyarakatnya,” Ungkap Wanggi.
Inilah perjalanan tiada henti dari sang empu Pantomim dengan melakukan nyasar Nyusur di kota-kota bersejarah. Wanggi akan terus dikenang dan dirindukan oleh masyarakat setempat oleh karena dia membuat sisi lain kota menjadi menarik dan indah. Moga saja ini menjadi pembelajaran bagi semua masyarakat. Betapa kota adalah ruang publik yang harus kita lestari dan dijaga keindahannya. 

Belajar Pantomim Langsung Dengan Empunya


Belajar Pantomim Langsung Dengan Empunya  

Satugeners · Gan Ridwan · Jumat, 7 Oktober 2011

Bandung (Satugen),- Hmm jadi pantomime dan performance di Bragaweg tiap pekannya merupakan sekian kegiatan Wanggi Hoediyatno Boediardjo mahasiswa STSI jurusan Teater ini telah membaktikan dirinya di jalur seni. Contohnya saja jadi pantomim. Hmm dengan wajah yang dipulas serta gerakan yang lemah gemulai memeragakan segala persoalan yang ada. Pantomim bisa membuat kita lebih peka akan segala persoaloan yang telah ada.
 Ada-ada saja Wanggi dengan pantomime nya selalu menyaji banyak kelucuan di setiap performnya. Betapa tidak! Ia piawai menggerakan, memalingkan dan mengolah kelucuan dengan gerakan tangan yang selalu mencolek setiap orang yang ditemuinya. Wanggi mengaku betapa pantomim adalah seni yang sangat sederhana juga membuat tersenyum orang, Contohnya, “Riana siswi dari SMA Bina Dharma Bandung pernah kena colekan dan kelucuan dari Wanggi saat pesta HUT Konferensi Asia Afrika tahun ini, Wanggi mengajak lalu mengajar Riana bagaimana belajar menjadi pantomim langsung perform saat itu juga ditengah riuhnya pengungjung acara tersebut,” Ungkap Wanggi.
Selain aktif menjadi pantomim Wanggi bersama kawannya mendirikan Mixi Imaji Mime Theatre yang didirikan November 2007 di Jalan Rajamantri Tengah No. 05 Bandung . 
“Komunitas Mixi Imaji Mime Theatre adalah ruang belajar komunal, Satugeners bisa belajar menjadi pantomim sebagai seni pertunjukan. Tak hanya itu teater, tari, Rupa, Musik, Sastera dan Media Rekam menjadi bahan ajar bagi Satuguners semua untuk mengaplikasikan rasa seni dengan pengajar yang handal dibidangnya,” Ujar Wanggi dengan mimik khas nya ala pantomim pada Satugen.
 So, Satugeners semua bagaimana dengan rasa seni kalian. Hmm patut dicoba neh menjadi pantomim belajar langsung dari empunya bersama Wanggi Hoediyatno Boediardjo.  
Satugen © 2011
Sumber :
http://www.satugen.com/about.php?p=home&nid=2154

Kampanye Selamatkan Heritage lewat Pantomim


“Kampanye Selamatkan Heritage lewat Pantomim”
Thursday, 08 September 2011
Harian Seputar Indonesia l SINDO
Muda,kreatif,dan multitalenta,itulah yang menggambarkan sosok Wanggi Hoediyanto Boediarjo. Kiprahnya di seni teater dimulai sejak masih mengenyam pendidikan di SMA Muhamadiyah Cirebon.

“Awalnya saya memang sering main-mainin tubuh yang sering kali dilakukan ketika jam pelajaran sekolah lagi senggang,”ujarnya kepada SINDO. Dari kegemaran itulah sang kepala sekolah kerap mengamati gerak-gerik Wanggi,dan berinisiatif untuk membuat ekstrakurikuler (ekskul) teater.Wanggi pun diminta sekolah untuk menghidupkan seni teater. “Kepala sekolah saya ternyata dulunya adalah seorang penulis naskah, sehingga dia tertarik dan meminta saya memajukan seni teater di sekolah,” kenang Wanggi. Perjalanan pria 23 tahun ini untuk menekuni bidang seni teater semakin kuat setelah dia memutuskan untuk berkuliah di Jurusan Teater Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung.

Wanggi aktif bergabung ke berbagai organisasi. Seperti Teater Cassanova, Paguyuban Sapedah Baheula Bandoeng,Komunis Kampus STSI,dan Mixi Imajimimetheatre Indonesia.“Di sini (STSI),saya semakin menyukai pantomim.Seni ini memang merupakan bagian dari teater,”kata pria kelahiran Cirebon,24 Mei 1988,ini. Melalui pantomim, Wanggi memiliki tekad untuk mengampanyekan penyelamatan dan pelestarian heritage, serta warisan budaya Indonesia maupun dunia.Uniknya, dia memiliki cara berbeda,yakni berkampanye menjelajahi Indonesia dengan cara backpacker.

“Ide ini muncul dengan nama nyusur history. Titiknya saya ambil ke kotakota besar Indonesia,mulai dari Bandung,Jakarta, Tangerang,Yogyakarta,dan kota-kota lain yang sudah saya rencanakan,”papar Wanggi. Perjalanan luar kota pertama yang dilakukan Wanggi bersama sahabatnya, Irwan Nu’man,adalah Kota Tangerang.Dengan tas besar di punggungnya dan semangat mengampanyekan heritage,dia menempuh kota tersebut untuk unjuk gigi di Festival Cisadane.“Sekali pertunjukan membuat saya tidak puas,hingga akhirnya saya putuskan untuk bertolak ke Jakarta.Tapi kawan saya, Irwan,memilih untuk pulang ke Bandung,”ungkapnya.

Dengan dana seadanya, Wanggi menempuh Jakarta melalui kereta api.Kota Tua yang dipilihnya.Namun sayang,Wanggi sempat diusir petugas keamanan karena dianggap membuat keributan.Perjalanannya pun berlanjut menuju Taman Ismail Marzuki dengan harapan bertemu dengan seniman-seniman Indonesia. Di sana,pria pehobi bersepeda ini memiliki kesempatan untuk tampil di acara “Bulan Soekarno”yang kebetulan sedang berlangsung. Tanpa persiapan dan hanya berupa keinginan spontan, Wanggi mempersembahkan repetoar berjudul Hadiah Buat Sang Fajar di depan keluarga Soekarno,Ketua MPR RI Taufik Kemas,dan para pejabat lain.

“Untuk pertunjukan ini,saya hanya meminta izin kepada keluarga Soekarno.Alhamdulillah, berkat mereka saya bisa persembahkan hadiah ini,” tambah Wanggi.Lewat pengalaman tersebut,Wanggi menyadari jika hal ini merupakan cambuk baginya untuk tetap berkarya,dan membuka mata Indonesia jika pantomim bisa diterima di _mana saja.

NENI NURAENI
Kota Bandung
Sumber :
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/426013/





Rabu, 28 September 2011

"A Tribute to Marcel Marceau from Bandung"

Ide di selenggarakannya "A Tribute to Marcel Marceau from Bandung"   ini oleh Wanggi Hoediyatno dari Mixi Imajimimetheatre Indonesia, dasar dari acara ini adalah sebagai upaya menjaga, melestarikan dan memberi ruang pada seniman, pecinta pantomime di Indonesia dan dunia, sekaligus mengenang salah satu Maestro Pantomime asal Perancis ini, yang setiap pada tanggal 22 September di adakan serentak di seluruh dunia khususnya Eropa. dan di karenakan waktu yang terbatas dan terus berjalan, Maka Pada Hari : Sabtu, Tanggal 1 Oktober 2011,Jam 7 Malam, di Bandung - Indonesia akan memperingatinya, bertempat di Taman Juanda, Dago.Bandung-Jawa Barat. Dengan Tema :
"1 JAM DALAM SUNYI DAN CERIA untuk BUMI dan KITA"
  
Marcel Mangel [Perancis, 22 Maret 1923 – 22 September 2007] atau dikenal dengan nama panggung Marcel Marceau atau Mime Marceau, adalah satu dari sedikit seniman pantomim dunia yang paling terkenal. [sumber:wikipedia]

Adapun Waktu dan Tempat di bawah ini :

Sabtu, 1 Oktober 2011. Jam 7 Malam
Di Taman Juanda, Dago.Bandung-West Java-Indonesia.

TEMA : "1 JAM DALAM SUNYI DAN CERIA untuk BUMI dan KITA"

Siapapun Boleh Hadir dan Berpartisipasi !
[Balita, Anak2, Remaja, Dewasa sampai yang Tua]
dengan berkostum ala Pantomime.
Contact Person :
Wanggi Hoediyatno Boediardjo [08812060962]
Irwan Nu'man [02292504760]

ACARA INI GRATIS DAN UNTUK UMUM !

NB: DI PERBOLEHKAN MEMBAWA MAKANAN+MINUMAN, PACAR, SANAK SAUDARA, SAHABAT, KELUARGA,  PAYUNG [bilamana hujan turun], DAN MENGENAKAN KOSTUM ala PANTOMIME tentunya !

Terima Kasih.
sumber : 
http://www.facebook.com/photo.php?fbid=2141209215813&set=a.1441573485357.2059024.1413666708&type=1&theater

Minggu, 03 Juli 2011

Nyusur History Indonesia "Backpacker Nyasar Nyusur di Ibukota




"Backpakcer Nyasar Nyusur History Indonesia di Ibukota"

@ Kota Tua Fattahilah Jakarta

Performance Pantomime feat :
- Lorong Rupa [Jakarta]
- Indonesian Community Art [Jakarta]
- Orang Kita [Tangerang]

Repertoar Mime :
SAKIT ! Apa yang kalian rasakan ?

Repertoar yang menceritakan tentang kondisi Indonesia dan manusianya yang sedang dalam kondisi SAKIT ! dengan sebuah symbol Infus yang akan terus di Infus, bahkan Indonesia sendiri dalam keadaan SAKIT, namun ketika semua SAKIT, siapa yang mengobati, siapa yang mengantar ke rumah sakit, siapa yang menjaga, siapa yang menyembuhlan rasa SAKIT itu..jadi kita semua dalam keadaan SAKIT, SAKIT dalam hal, bentuk, kondisi apapun itu..!
jadi Apa yang kalian rasakan? dari SAKIT akan timbul SAKIT yang lain dan seterusnya.

Salam Imajinasi !
Salam Persaudaraan !
Salam Perdamaian !
Salam Merah Putih !

@produksi - Orang Kita "Photography and Filmmaker"
Untuk Mixi Imajimimetheatre Indonesia,11 - 15 Juni 2011

Nyusur History Indonesia Bandoeng Bebarengan


"Nyusur History Indonesia Bandoeng Bebarengan"

Repertoar Mime : Indahnya Bersama Kalian, Walaupun Hanya Sekejap !

Aktor : Wanggi Hoediyatno
Trumpet : Irwan Nu'man
Videographer : Tri Aris Suhenda

@produksi PILEM pideoart 14 Mei 2011

Senin, 20 Juni 2011

Merah Putih Itu Lucu !

                                                    Repertoar Mime : Merah Putih Itu Lucu !

MERAH PUTIH itu Lucu! Lucu Yaaaaa IndonesiaKu..!

Bercerita tentang keanekaragaman etnis budaya Indonesia, tokoh pantomime disini yang mencoba bercerita tentang keunikan dari beragam budaya yang ada di Indonesia, dari pertemuannya dengan beberapa budaya Indonesia [Jawa,Sunda,Tionghoa,Batak, Minangkabau dan beberapa etnis lainnya] yang kemudian ketika dia bertemu dengan etnis lain ada perbedaan dari bahasa, adat istiadat serta kehidupannya. Namun dari keberagaman etnis itu dia memiliki satu tekad untuk menjadikan sebuah persatuan dalam kerukunan antar ummat dan tidak adanay perpecahan atau adu domba selain itu agar antar ummat saling menjaga tali silaturahmi diantara adat budaya yang lain sehingga rasa saling menghormati, menghargai dalam kehidupan sehari-hari ataupun lingkungan bermasyarakat.
STOP KEKERASAN ! NO WAR, PEACE NOW ! SALAM MERAH PUTIH !
HIDUPLAH INDONESIA RAYA..!

produksi@MixiImajimimetheatreIndonesia19Februari2011

MIMELIHANUMUM - Mixi Imajimimetheatre Indonesia, Filmmaker by : PILEM pideoart


                                                  Mimelihanumum by PILEM pideoart

Indonesia Deskripsi Film :
Karya Pertama dari PILEM pideoart dengan format film pendek, iklan layanan masyarakat.
Film ini menceritakan tentang fenomena Golput dalam pemilihan umum yang dikemas dalam bentuk seni pantomime,
Film ini diperankan oleh Wanggi Hoediyatno Boediardjo yang berperan sebagai tokoh utama,
Dia adalah Aktor Pantomime Muda Indonesia dari Mixi Imajimimetheatre Indonesia.
Salam Imajinasi ! Salam Perdamaian ! Salam Pemuda-Pemudi Indonesia !

English Description Film :
Work First of PILEM pideoart with the format of short films, public service ads.
This film tells about the phenomenon Golput in elections that are packed in the form of pantomime art,
The film was played by Wanggi Hoediyatno Boediardjo who plays the main character,
He is a Young Actor Pantomime Imajimimetheatre Indonesia Indonesia from Mixi.
Greetings Imagination! Greetings of Peace! Young Indonesian Salam!

Thank You Very Much..!
[produksiPILEMpideoartdanImajimimetheatre Indonesia@17mei2011]

Senin, 30 Mei 2011

Repertoar Pantomime : "Nyusur Tak Pernah Usai"

                                                                                        Nyusur Tak Pernah Usai


Mixi Imajimimetheatre on youtube.com at
"Nyusur History Indonesia", 
Jalan Braga-Bandung, 29 Mei 2011.
A film by Esa Hak dari Kota Cinema.
Repertoar Mime "Nyusur Tak Pernah Usai",
Aktor Pantomime : Wanggi Hoediyatno Boediardjo, Pemusik [Trumpet] : Irwan Nu'man.
Selamat Menikmati..! Salam Imajinasi ! Salam Perdamaian untuk Indonesia dan Dunia !

Mime = The language of Peace to Indonesia and the World.

Jumat, 13 Mei 2011

Telusuri Sejarah Bandung Bareng Mixi Imajimimetheatre





                                       Mixi Imajimimetheatre Bandung, Indonesia



Bandung, kota ini dikenal dengan segudang kreativitas anak mudanya yang tidak pernah habis. Selain itu, Bandung adalah kota yang mempunyai sejarah luar biasa, banyak bangunan-bangunan tua yang mewakili perkembangan sejarah Bandung, hal tersebut membuat Bandung dikenal dengan istilah museum arsitektur dunia. Jika kamu menggabungkan dua hal diatas, kreativitas dan sejarah, maka kamu akan bertemu dengan grup Mixi Imajimimetheatre (MI). MI adalah grup pantomim yang didirikan oleh dua pemuda kreatif Bandung yaitu Wanggi Hoediyatno dan Irwan Lukman. Wanggi adalah sang aktor pantomim atau biasa disebut pantomimer, sedangkan Irwan adalah orang yang mengiringi pertunjukan pantomim Wanggi dengan melodi indah yang keluar dari Flute atau Terompet miliknya.

Lalu apa hubungannya MI dengan dua hal yang sebelumnya telah disebutkan? kreativitas dan sejarah? MI melakukan pertunjukan pantomimnya di ruang publik bukan panggung, ruang publik yang dipilih oleh Wanggi dkk pun tidak sembarangan, yaitu ruang publik yang menyimpan banyak catatan sejarah di kota kembang ini. Sabtu lalu, tim BRDC berkesempatan untuk melihat penampilan MI di pelataran Gedung Merdeka. Dalam prakteknya sendiri, Wanggi berpantomim tidak selalu ditemani Irwan sendiri, ada Abrenk yang ikut mengiringi penampilan Wanggi dengan alat musik tradisional uniknya yang disebut Sadatana. Sada (bersuara) Tana (tanah) adalah alat musik tradisional yang berbentuk seperti guci terbuat dari tanah dan bersuara jika dipukul. Sadatana yang diduetkan dengan suara Terompet membuat penampilan Wanggi jadi makin “bersuara”, tidak bisu seperti karakter pantomim yang dimainkannya.

Pertunjukan sabtu kemarin adalah rangkaian pertunjukan yang digagas oleh Wanggi dkk dengan tema yang diusung adalah“Nyusur History Bandoeng Bebarengan”, dimana Gedung Merdeka adalah salah satu “panggung” terbuka Wanggi diantara tempat-tempat bersejarah lainnya di Bandung. Ada Rumah Bata Merah di jalan Braga, kemudian Gedung De Vries yang masih dekat dengan Gedung Merdeka, semua tempat tersebut menjadi panggung Wanggi sekaligus sarana untuk menyebarkan misi MI yang ingin lebih memperkenalkan bangunan-bangunan bersejarah tersebut pada khalayak ramai yang kebetulan berjalan melewatinya.

Dari tahun 2007 Wanggi dan Irwan mendirikan MI dengan misi yang terbilang cukup asing di telinga pemuda jaman sekarang. Mereka hanya ingin generasi muda yang menjadi generasi penerus bangsa ini tidak melupakan warisan budaya yang ditinggalkan para leluhur mereka. Save Heritage adalah motto yang selalu disuarakan Wanggi dkk di setiap pertunjukan pantomimnya. Berharap semoga bangunan-bangunan bersejarah di Bandung dapat terus dilestarikan dan masyarakat luas khususnya para generasi muda tidak hanya sekedar tahu saja, tapi juga tahu sejarah dan seluk beluk setiap bangunan-bangunan bersejarah yang ada di Bandung.

Wanggi mengakui, menampilkan pertunjukan pantomim di ruang publik tidak segampang yang orang kira. Imajinasi sang pantomimer diuji disini, karena para audience di ruang publik tidak se-reaktif di panggung pertunjukan yang asli. Atas dasar itulah, Wanggi menamakan grupnya Mixi Imajimimetheatre, dimana pertunjukan pantomimnya (mime) harus didasari imajinasi yang tidak terbatas. Jerih payah Wanggi dkk tidak sia-sia, beberapa bulan lalu, rekaman video pendek pertunjukan MI pernah diputar di TV kabel di Belgia, dimana Belgia adalah markas pusat dari World Mime Organisation, rekaman yang berdurasi kurang lebih empat menit itu ditayangkan ke 25 negara Eropa, tentu saja hal tersebut adalah prestasi yang membanggakan bagi Wanggi dkk dan warga Bandung pada umumnya.

Selain itu, sudah banyak media yang meliput kegiatan Wanggi dkk, salah satunya adalah Antara News, dimana salah satu wartawan foto senior Antara News yaitu Agus Bebeng yang kebetulan hadir sabtu kemarin ikut memuji penampilan Wanggi. Menurut Agus, penampilan seni di ruang publik sekarang sudah sangat jarang, kemunculan Wanggi dkk yang mengusung tema yang tidak sembarangan merupakan sebuah terobosan baru yang harus terus dilestarikan di dunia seni. Di Eropa sendiri seniman-seniman yang mentas di ruang publik sudah menjadi gaya hidup mereka sehari-hari, sementara di Indonesia sendiri, hal tersebut sudah menjadi sebuah mata pencaharian, yang berarti makin jarang penampilan mereka bisa disaksikan di ruang publik.

Seni peran tanpa kata, itu adalah filsafah dari seni pantomim itu sendiri, tapi penampilan pantomim Wanggi seperti memberikan sejuta kata di tiap gerakan-gerakannya. Tidak sedikit pejalan kaki yang “nyangkut” di pelataran Gedung Merdeka kemarin, ada yang diam sejenak memperhatikan penampilan Wanggi yang unik, ada yang turut serta mengambil foto, tapi tidak sedikit juga yang acuh hanya numpang lewat saja tanpa menghiraukan kenapa ada seorang pantomimer disana dan kenapa Gedung Merdeka yang dipilih sebagai tempat sang pantomimer itu berkreasi. Dengan kreativitas Wanggi dkk, kita dibantu untuk tidak melupakan sejarah kota Bandung yang diwakili oleh bangunan-bangunan tua yang banyak menyimpan cerita di dalamnya.

Wanggi dkk bertekad untuk terus berpantomim di setiap tempat-tempat bersejarah kota Bandung, sampai para penggiat kebudayaan dan seniman-seniman lain menonton pertunjukan MI dan siapa tahu, “virus” Save Heritage yang digagas Wanggi dkk dapat terus menyebar ke seluruh masyarakat yang cinta Bandung. So, apakah kita akan berdiam diri saja sebagai generasi muda yang katanya peduli pada kota tercinta ini? Atau kita bisa turut serta menyelamatkan warisan-warisan yang tak ternilai di kota ini dengan kreativitas kita masing-masing. Seperti kata Wanggi di penghujung pertunjukannya sabtu malam kemarin, Save Heritage, bukan hanya di bibir saja! (AG-bandungreview.com)


http://www.bandungreview.com/id/articles/index/detail/node/telusuri-sejarah-bandung-bareng-mixi-imajimimetheatre-450

Kamis, 05 Mei 2011

"SAVE HERITAGE BUKAN HANYA DI BIBIR SAJA"

                                          Mixi si Pantomime di "Nyusur History Bandung Bebarengan Indonesia"

Rintik hujan yang membasahi kota kembang tak menghalangi semangat kami sekumpulan anak muda yang berkumpul di bangunan tua Gedung Merdeka. Malam ini kami memang akan mengikuti acara "Nyusur History Bandoeng Bebarengan". Sebuah acara yang di usung oleh Mixi Imajimimetheatre dan berbagai komunitas di bandung pada hari sabtu, 30 April 2011. Ada tiga titik yang menjadi tujuan kami Gedung Merdeka di Jln.Asia Afrika, Rumah Bata Merah di depan Brotherhood Jalan Braga, dan Gedung De Vries Jln.Asia Afrika, Samping Hotel Savoy Homman. Tempat-tempat tersebut kami pilih sebagai medan ekspektasi untuk kegiatan kami karena ketiga ruang tersebut mewakili sejarah panjang perkembangan kota ini.

Sejak sore hari pukul 16.00 kami memang telah berjalan menyusuri pinggiran jalan dengan titik awal Gedung Merdeka dengan membawakan sebuah reportoar Pantomime dari Mixi Imajimimetheatre dengan Aktor : saya sendiri, Wanggi Hoediyatno, dengan judul mime: "Berjalan Menepi yang tak berarti". Pantomim ini menggambarkan seseorang yang mencoba melawan arus deras globalisasi dengan berjalan menepi dan terus menepi. Saya, actor itu, membayangkan segala yang ada di sekeliling; jalanan, mobil-mobil, bagunan-bangunan dan orang-orang berpakaian modern tak ubahnya sebuah jurang menganga. Jurang industrialisasi, konsumerisme, penyebaran budaya global (globalisasi) yang tak memiliki mata hati. Meniadakan orang-orang yang tidak mengenakannya. Namun dia, kesadaran saya sebagai actor itu, mencoba melawannya dengan segenap daya. Bukan dengan menabraknya, tapi memahaminya.

Pesan yang ingin kami sampaikan dengan pertunjukan tersebut adalah; kita sebagai manusia janganlah menghindar atau takut pada apa yang telah menjadi kehendak sejarah. Zaman boleh berubah, tapi kekayaan khazanah (haritage) kita juga harus dilindungi. Kita mesti berhati-hati melaluinya, jalan globalisasi itu.

Sementara itu di Jalan Braga juga diadakan acara yang di hadiri berbagai kalangan dari bermacam bidang profesi dan minat: seniman, fotografer, musisi, paguyuban sapedah baheula [onthel] serta komunitas sepeda kampus. Mereka yang hadir, para ahli, pemerhati dan pecinta harritage saling bersilang kata menjumput segudang makna tentang masa depan heritage nanti. Saling bertukar informasi dan berbagi pengetahuan tentang segala hal demi warisan yang akan kita berikan ke generasi penerus kita.

Acara yang berakhir pada pukul 22.00, bertempat di titik ke terakhir yaitu Gedung De Vries. Hujan masih saja menguyur. Acara di tutup dengan pertunjukan pantomime lagi. Kali ini dengan judul "Sampai Disini, dan Aku Sendiri". Gedung-gedung tua, sebagaimana artefak-artefak di dalam museum, sepeda berkarat, koin-koin masalalu, semakin ditinggalkan oleh peradaban hanya dikagumi sebagai barang antik, bukan rentetan sejarahnya. Juga orang-orang yang kehilangan arah tujuan dalam hidup ini, yang menganggap segala peninggalan dimasa lalu hanya layak untuk dikenang, karena sudah ketinggalan zaman.

Ada juga orang-orang datang ke museum, mengagumi bangunan-bangunan tua dan segala peninggalan itu, tetapi sebagaimana para pejalan kaki yang tak acuh, hanya melihatnya sebagai hiburan sesaat, pengisi waktu luang, atau sebagai alat pengukur rasa gengsi biar di cap sebagai orang beradab. Setelah itu pergi dan tak peduli lagi. Sementara pemerintah hanya berbicara anggaran, tak memikirkan bagaimana merawat dengan sebenarnya; dengan menumbuhkan rasa cinta dan memiliki.

Saya dan semua kerabat Mixi Imajimime dan seluruh komunitas yang terlibat pada acara tersebut hanya bisa berharap, semoga kegiatan ini menjadi semangat baru bagi kepedulian kita semua tentang khazanah sejarah dan budaya, haritage, yang kita miliki. Tak hanya di kota Bandung, kota dengan sejuta warisan masa lalu, tetapi juga implan ke kota-kota lain di Indonesia dan diseluruh dunia. Kami mengajak seluruh masyarakat, para pejabat, pemimpin negeri, semuanya untuk turut serta dalam menyelamatkan khazanah yang kita miliki.

Hujanpun berhenti. Segala hormat bagi sejarah yang membentuk kota kami, kota Bandung. Terimakasih juga untuk seluruh hadirin. Para pecinta haritage. SAVE HERITAGE. Mengutip sebuah lagu usang; semoga penyelamatan khazanah sejarah dan budaya, HERITAGE, bukan hanya di BIBIR saja !


Penulis :
Wanggi Hoediyatno Boediardjo
Aktor Pantomime Bandung, tinggal di Bandung

Berita "Nyusur History Bebarengan Indonesia"di bawah ini :

- senimana.com : http://senimana.com/berita-177-save-haritage-bandung.html

- Antarafoto.com : http://antarafoto.com/seni-budaya/v1304163901/pantomim

- Antarafoto.com : http://www.antarafoto.com/spektrum/v1304395216/akademi-mimpi

Kamis, 21 April 2011

No.Repertoar Pertunjukan Pantomime : Merah Putih Itu Lucu !

SLIDE FILM, Repertoar Mono Mime "Merah Putih Itu Lucu !" :



Sejarah MIXI IMAJIMIMETHEATRE INDONESIA


Mixi Imaji Mime Theatre adalah ruang belajar komunal yang bergerak dan beraktivitas dalam ilmu disiplin di dunia seni pertunjukan yaitu seni pantomim.kami juga mengapresiasi dengan beberapa pendekatan melalui ilmu seni di luar pantomim itu sendiri seperti : [teater, tari, rupa, musik, sastera, media rekam].

Mixi Imaji Mime Theatre terbentuk pada tanggal 11 November 2007, sebelum bernama Mixi I...maji Mime Theatre adalah Imaji Mime Theatre didirikan oleh : Rakhmat Koesnadi, Mumu Zainal Mutaqin, Wanggi Hoediyatno dan beberapa seniman pantomim lainnya. dalam perjalanannya mengalami pasang surut dalam proses kreatifitas itu di karenakan, Rakhmat yang sudah bekerja di sebuah penerbitan terkemuka di Indonesia, dan Mumu yang masih beraktivitas dalam seni pantomimnya dengan Kelompok Tatanggaranda, kemudian dari situ atas dasar sebuah Inisiatif dari Wanggi, dia kemudian yang menggerakan kembali Imaji Mime Theatre yang kemudian menjadi Mixi Imaji MimeTheatre, mengapa adanya perubahan nama? itu bukan sebuah perubahan, namun hanya ingin menjadikan sebuah penyegaran dalam seni pantomim yang di geluti oleh Imaji Mime Theatre, Mixi sendiri adalah salah satu tokoh pantomim, ketika Wanggi bermain di atas panggung / nama panggung. Mixi adalah tokoh perwakilan dari manusia di dunia yang di ceritakan melalui seni pantomim dengan karakter Mixi yang di mainkan oleh Wanggi, jadi bukan sebuah perubahan, hanya sebuah Identitas dari salah satu seniman pantomime dari Imaji Mime Theatre untuk merangsang seniman pantomim agar terus berkarya di dunia seni pantomim di Indonesia dan dunia.

Mixi Imaji Mime Theater merupakan sebuah bentuk seni pertunjukan yang akan terus mencari kemungkinan - kemungkinan yang ada dan yang bisa di olah dengan cara terus berproses kreatif dalam sebuah penciptaan karya seni itu sendiri. Kami juga terus mengembangkan potensi dari tiap-tiap individu anggotanya untuk berkreatifitas, berkreasi dan berkarya secara personal atau berkelompok serta berkolaborasi dan bereksperimen dengan berbagai seniman lain di luar dari seni pantomim itu sendiri. dengan proses ini akan tercipta individu-individu yang siap dengan kekaryaannya dan bertanggung jawab. kami selalu melakukan sebuah eksplorasi dengan berbagai disiplin ilmu seni ataupun di luar ilmu seni. dan terus meregenerasikan seni pantomim kepada regenerasi selanjutnya.

Dalam perjalanannya Imajimimetheatre telah menelurkan karya yaitu : "SANG GURU dan BUKU PINTAR" yang merupakan pertunjukan Tribute to Marcel Marceau [Master Pantomime asal Perancis] , di pertunjukan di Central Culture France [CCF] pada tanggal 10 Januari 2008 dan di GK Rumentang Siang Bandung, pada tanggal 12 Januari 2008, dalam acara Hari Ulang Tahun ke 50th StudyKlub Teater Bandung. dan Pentas di Latar Merah di Sekolah Tinggi Bahasa Asing [STBA] Bandung,

Kemudian dari perjalanan itu berkembanglah sebuah seni pantomime dan bermunculanlah Aktor-aktor pantomime generasi baru yang muda dan bersemangat untuk terus berkarya melalui dunia senia pantomime, kemudian ada beberapa karya dari generasi baru muda Aktor Imajimimetheatre yaitu : Wanggi Hoediyatno, dengan beberapa karya No.Repertoar Pertunjukan Pantomime :
"Seikat bunga untukmu" 2009,
"Kemana kita akan bermain?" 2009,
"Wira Wiri Disco" 2010,
"Aku Bosan" 2010,
"Cerita Kita dan Mereka saja" 2010,
"Jangan kalian lakukan itu!" 2010,
"Untukmu yang pertama"2010,
"Merah Putih itu Lucu !" 2011.

Dan jika teman-teman ingin mengenal lebih jauh atau ingin mengetahui dan ikut proses bersama-sama dengan kawan-kawan lainnya dalam dunia seni pantomime, teman-teman bisa datang ke :

Imaji Mime Theatre Indonesia  : 

- Alwin Prayoga        : Manajer 

- Rakhmat Koesnadi : Aktor, Photografer
- Wanggi Hoediyatno : Aktor
- Irwan Nu'man         : Musician


Alamat :
Jln.Rajamantri Tengah No.5 Bandung. Kode Pos : 40265.
Bandung - Jawa Barat - Indoensia

Email : mixi.imajimime@gmail.com
Blog : http://mixiimajimimetheatre.blogspot.com/
Telp : 082121770424


Terima Kasih.
Dokumentasi Pertunjukan :
                     Baligho  Pertunjukan "SANG GURU DAN BUKU PINTAR", Sutradara : Rakoes
                                                    
                      Pertunjukan Pantomime "SANG GURU DAN BUKU PINTAR", Sutradara : Rakoes

                                           Liputan Media Massa : "Kompas 15 Januari 2008"




Minggu, 17 April 2011

SEJARAH PANTOMIME

Pantomime dari masa ke masa

   Seni pertunjukan dapat berupa dengan kata-kata maupun tidak dengan kata-kata atau dialog. Salah satu seni pertunjukan yang menggunakan kata-kata adalah drama atau teater. Di sisi lain, ada pertunjukan yang penyampaiannya tidak dengan kata-kata tetapi dengan gerak-gerik tubuh. Seni Pertunjukan yang hanya dengan gerak-gerik melalui bahasa tubuh bahkan cenderung bisu ini oleh Aristoteles disebut sebagai pantomime (Richard Levin,1960), Untuk itu, perlu dimengerti bahwa seni gerak-gerik yang tidak bersuara telah memiliki umur yang panjang.
Menurut Aristoteles, pantomim telah dikenali sejak zaman Mesir Kuno dan India. Kemudian, dalam perkembangannya menyebar ke Yunani, sebagaimana ditulis Aristoteles dalam Potics itu. Lebih lanjut Aristoteles menjelaskan bahwa teori pantomim tersebut bermula dari temuan-temuan pada relif-relif candi dan piramida. Dalam relief tadi dikisahkan adanya gambaran tentang seorang laki-laki dan atau perempuan sedang melakukan gerakan yang diduga bukan tarian. Hal tersebut semakin jelas sesudah adanya katagorisasi dari berbagai seni pertunjukan yang dilakukan Aristoteles berdasarkan ciri-ciri bawaannya, sehingga dapat dibedakan adanya sebutan tarian dan bahasa isyarat. Oleh karena pantomim mengacu pada ciri dasar dari bahasa isyarat tadi maka jelaslah bahwa seni pertunjukan pantomim memang sudah ada sejak lama.
  
  Pengertian Pantomim.
Istilah pantomim berasal dari bahasa Yunani yang artinya serba isyarat. Berarti secara etimologis, pertunjukan pantomim yang dikenal sampai sekarang itu adalah sebuah pertunjukan yang tidak menggunakan bahasa verbal. Pertunjukan itu bahkan bisa sepenuhnya tanpa suara apa-apa. Jelasnya, pantomim adalah pertunjukan bisu ( Bakdi Sumanto,1992:1).
Rendra memberikan pengertian pantomim sebagai penggambaran semua kegiatan manusia yang hanya dengan gerak semata samapai sedetil-detilnya. Pantomin sebuah seni bercerita dengan gerak semata. Maka penguasaan seni gerak sangat mutlak diperlukan, malahan dalam perkembangan dewasa ini pantomim itu bisa dipakai tidak hanya bercerita tetapi juga berekpresi secara liris ataupun abstrak (Rendra,1984:46).
Dalam Grolier Academik Encylopedia ditruliskan bahwa pantomim ialah suatu cerita, suatu tema, yang diceritakan atau dikembangkan melalui gerak tubuh dan wajah yang ekspresif (A.Adjib Hamzah,1985:51). Kemudian Charles Aubert memberikan pengertian pantomim adalah seni pertunjukan yang diuangkapkan malalui ciri-ciri dasarnya yakni ketika orang melakukan gerak isyarat atau secara umum berbahasa bisu (1970:3).
Aristoteles dalam Poetics memberikan pengertian pantomim dengan ciri-ciri dasarnya lahir dari aktivitas manusia karena gerak menirukan yang tidak mendasarkan pada rhytm secara dominan. Maka seni gerakan tubuh ini wujud sebagai suatu gerakan isyarat, sehingga seni pertunjukannya disebut pantomime (Richard Levin (1960:131). Lebih lanjut Aristoteles menuliskan bahwa istilah pantomim sudah ada sejak lama dari masa Mesir Kuno dan India, jauh sebelum dikenali di Yunani. Ini artinya seni pertunjukan pantomim umurnya sudah tua, mengingat apa yang dikatakan Aristoteles dalam Poetics ditulis 500 tahun sebelum Masehi.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka pantomim dapat dipahami sebagai suatu seni pertunjukan tersendiri, disamping pantomim dapat pula dipahami sebagai disiplin ilmu yang harus dilakukan oleh calon aktor. Jika dipahami sebagai bagian latihan keaktoran maka pantomim merupakan salah satu kajian yang sangat diperlukan seorang aktor. Pantomim merupakan salah satu cara yang bakal mengantar seseorang menjadi pemeran berkualitas. Dengan memahami dan mengamalkan pantomin calon aktor akan mampu menjadi sempurna dalam profesinya, ia setidaknya akan enak dipandang mata jika mau berlatih pantomim(Harymawan,RMA.,1993:31).
   
   Sejarah Singkat Mime di Dunia
Pantomim di dunia sebagaimana ditulis Aristoteles dalam Poetics menyebutkan bahwa seni pantomim sudah berumur tua. Bahkan beberapa pendapat menyatakan pantomim sebelum dikenal di Yunani sudah ada lebih dahulu di Mesir dan India. Pendapat tersebut berdasarkan pada beberapa temuan relief yang ada di dinding piramida dan candi. Relief tersebut menggambarkan seorang laki-laki dan perempuan yang sedang melakukan gerakan yang diduga bukan tarian. Rumusan yang dikemukakan Ariostoteles memberikan asumsi bahwa pantomim sudah mulai dapat diungkapkan melalui ciri-ciri dasarnya. Yaitu ketika orang mempertahankan seni gerak tiruan (imitation) yang tidak berdasarkan rhtym secara dominan. Seni gerak itu selesai sebagai suatu gerakan isyarat, maka para ahli menyebutnya sebagai pantomim.
Charles Aubert dalam bukunya The art of Pantomime (1970) mendefinisikan pantomim adalah seni pertunjukan yang diungkapkan melalui ciri-ciri dasarnya, yaklni ketika seseorang melakukan gerak isyarat atau secara umum bahsa bisu. Bahasa gerak sang pantomimer adalah iniversal; menjalankan ekspresi emosi yang serupa diantara berbagai umat manusia. Pantomim merupakan pertunjukan teatrikal dalam sebuah permainan dengan bahasa gerak.Kemudian dalam Encyclopedia Britanica dijelaskan bahwa pantomim sebagai seni yang mengandalkan olah tubuh dan kebisuan ini ada di Yunani sejak tahun 600 Sebelum Masehi. Kini, pantomim sering diasosiasikan sebagai gaya akting komedi tanpa kata-kata. Berkaitan dengan akting, pantomim pada awalnya untuk menyebut aktor klomedi di masa Yunani yang menggunakan gerak tubuh untuk berkomunikasi. Kemudian, kedua dipakai untuk menyebut aktor di Romawi yang menyampaikan perannya melalui tari dan lagu.
Bentuk awal seni pantomim masih dapat ditelusuri dalam phlyake, sebuah pertunjukan peran jenaka yang mengangkat tema kehidupan yang nyata dan mitologi yang berkembang di kawasan Sparta dan Dorian. Pemeran dalam pertunjukan ini tidak saja berpakaian aneh tapi juga meneutpi mua mereka dengan topeng yang hanya menyisakan bagian mulut.Penulis pertama seni pantomim Dorian yang ternama adalah Epicharmus. Sejak tahun 485-467 SM, dia menjadi satu-satunya penulis apntomim yang paling kondang di Syracuse. Sampai-sampai pemikir serba bisa aristoteles menganggapnya sebagai penulis puisi dramatik pertama yang sangat berjasa. Epicharmus juga menulis beberapa plat komikal dan menghaluskan permainan pantomim sebelumnya. Pantomim ddorian kemudian dianggap sebagai bentuk awal pantomim modern. Sejak itu pantomim identik dengan sifat-sifat komikal, karakter para pahlawan atau bahkan dewa pun dapat dijadikan bahan tertawaan.
Seni pantomim dalam perkembangannya semakin dikenal oleh banyak bangsa-bangsa di dunia, terutama melalui industri film bisu. (silent movie) Dekade 1900-an berbagai bentuk ekspresi dan gerak yang paling terbaru dikembangkan dengan serius. Tahun 1927 sebagai era tanpa kata. Hal ini ditandai dengan banyaknya aktor yang menguasai seni pantomim, seperti dari Amerika Charles Spencer Chaplin atau Charlie Chaplin (1889-1977). Chaplin sangat penting dalam percaturan bahasa bisu sebab ia salah satu tokoh besar dalam film bisu, sebelum film bicara (talkies) diketemukan, dan dijual kepada masyarakat.
Chaplin tampil dan langsung populer tatkala muncul dalam film The Tramp (Si Gelandangan) tahun 1915. Penampilannyua sebagai tokoh yang kurang gizi, pucat. kerdil, dengan topi begitu kecil, jas sesak, celana kedodoran, sepatu terlalu besar.Ia dalam berjalan selalu mendapat kesulitan mengangkat kaki karena ia selalu gagal mendapatkan sepatu yang pas buat kakinya. Sebagai gelandangan ia tak pernah lepas dari tongkat dan kaos tangan putihnya. Secara karakteristik Chaplin merupakan simbol kemiskinan. Film bisu Chaplin lainnya yakni City Light (Lampu Kota), The Gold Rush (Emas yang Merepotkan) dan Modern Times (Jaman Modern).Chaplin setia membuat film tanpa suara dan merupakan jenius film bisu. Lewat film bisu kekuatan Chaplin dapat ditangkap. Ia adalah penyair yang sesungghnya. Ia berbicara dengan bahsa tubuh sebagai isyarat-isyarat dan bukan bahasa tubuh yang digunakan untuk menciptakan indikasi. Dari situ maka pengayaan batin yang diasah, juga membahasakan kekayaan batin ke dalam iysarat-isyarat yang mungkin tak jelas benar akan tetapi puitik dan menyentuh. Itulah hebatnya Chaplin.
Kemudian di Perancis ada seniman pantomim yang handal pula, yakni Marcel Marceau. Pria kelahiran Perancis 22 Maret 1923 ini mencintai pantomim karena sering menonton film bisu Keaton dan Chaplin. Kesungguhannya menekuni mime sangat terpengaruh gaya mime harlequin dan karakter pantomim klasik Deburau’s Pierrot. Marceau sangat dikenal dengan karakteer indivisunya sejak tahun 1947 dengan membawakan gaya sang tooh ciptaannya bernama Bib. Bib merupakan tokoh ciptaan yang selalu tampil dengan muka putih. Pertama kali si Bib ini dibawa keliling ke Switzerland, Beligia dan Holland. Tahun 1949. Marceau mendapat penghargaan Deburau Prize untuki karya mimenya berjudul Death Before Dawn (Mati Sebeklum Fajar). Marceau dalam aktivitasnya begitu teliti. Hal tersebut tidak disimak lewat beberapa karyanya yang tokoh netral Bib itu, misalnya, pada Bib sang Pawang, Bib Naik Kereta Api, Bib Bunuh Diri, Bib memerankan Daud-Goliat, dan Bib Serdadu. Maka tak ayal jika seorang penulis asing ada yang mengatakan Marcell Marceau merupakan Master of Mime ( Ben Martin,1978:1).

   Asal Mim di Indonesia: Tari atau Acting?
Pramana Pmd., seorang pengamat mime, guru pada jurusan teater IKJ., dalam tulisannya berjudul “Pantomim di Negeri” (Kompas, 29 Maret 1987) menuliskan bahwa pantomim di Indonesia barasal dari tari dan akting dalam seni teater. Kapan pantomim di Indonesia lahir dalam kencah seni pertunjukan? Sebagaimana ditulis Pramana Pmd., Mime atau pantomime dua istilah yang hampir sama maknanya sedang dikembangkan oleh beberapa kalangan anak muda di negeri ini.
Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa pantomim kita bersumber dari tari. Namun sementara pihak berpendapat sebaiknya, yaitu tarian kitalah yang mengandung unsur-unsur mim ( topeng,canthang-balung ). Tari layang-layang karya Bagong Kusudihardjo sangat jelas unsur mimnya.
Pada tahun 1970-an, Sardono W. Kusumo, seorang penari klasik Jawa dan koreografer menampilkan sketsa-sketsa masyarakat yang berbentuk mim dimana tidak tampak lagi bentuk tariannya, kecuali gerak lakuan berbentuk stilisasi bukan tari. Di sini penampilan diisi oleh berbagai gerak dengan penuh emosi, konsentrasi dan motivasi.
Bersumber dua anggapan di atas seakan sumber mim berasal dari tari dan akting, kemudian muncul kecenderungan mim yang bersifat naratif. Jika amatan Pramana.,Pmd. Tersebut masih merupakan dugaan, dan itu terjadi di Jakarta, maka di Yogyakarta dugaan penulis pantomim muncul dari indah yang dikembangkan oleh Moortri Poernomo yang pernah belajar di Bengkel Teater itu.
Terlepas antara ya dan tidak darimana sumber pantomim kita, sekiranya pantomim sebagai seni pertunjukan sudah sangat lama keberadaannya di dunia ini, Praman Pmd. Juga pernah menuliskan, bahwa pantomim di negeri ini dimulai oleh Sena A.Utoyo dan Didi Petet semenjak tahun 1977 di lingkungan IKJ. Sementara itu di Yogyakarta pantomim muncul sebagai seni pertunjukan juga sekitar tahun 1970-an dengan perintisnya Moortri Poernomo yang mengajarkan gerak-indah, baik di ASDRAFI Yogyakarta maupun di sanggar-sanggar.

  Pertumbuhan Mim Yogya
Bagaimana pertunjukan pantomim di Yogyakarta? Jika dirunut,dengan data sementara, seni pertunjukan pantomim di kota budaya ini sudah sejak dekade 1970-an. Tokohnya Moortri Poernomo dari Bengkel Teater yang memulai mengenalkan gerak indah sebagai materi latihan seni pemeranan untuk teater. Kemudian dari itu berkembanglah seni gerak indah-nya Moortri Poernomo menjadi bentuk seni pantomim. Moortri Poernomo sebagai pengajar di ASDRAFI Yogyakarta yang menekuni pantomim seperti Zulhamdani, Deddy Ratmoyo, sedang diluar ASDRAFI Yogyakarta yang potensial adalah Wisnu Wardhana, Azwar AN, Merit Hendra, Jemek Supardi.
Sementara itu tahun 1981 di Yogyakarta Dedy Ratmoyo, mahasiswa ASDRAFI Yogyakarta, dengan arahan Moortri Poernomo melahirkan pantomim dengan judul Tukang Loak . Jemek Supardi di tahun 1980 memulai karirnya sebagai pantomimer., kemudian di tahun 1982, Jemek Supardi mementaskan Jemek Numpang Peruhu Nuh di gedung Senisono Art Galery dengan penata musik jadug Ferianto.
Pada dekade 1980-an ini pantomim di Indonesia cukup bergairah. Di jakarta, Sena dan Didi Petet mementaskan : Tong Sampah, Kampanye, Tukang Sapu Jalan, Jobles, Penari, Orang Buta, Petrus, Konsert. Martabak, Tarzan dan lain sebagainya. Kemudian di tahun 1986, di Jakarta, Septian dan kawan-kawan mengadakan Festival Pantomim Nasional yang diikuti oleh anak-anak muda sari segala pelosok tanah air. Hasil 5 dari 9 piala yang diperebutkan diboyong oleh kelompok Yogyakarta yang dipimpin Dedy Ratmoyo.
Adapun perincian kejuaran itu, nomor tunggal, juara I diraih Dwijo Suyono dengan judul Rambut-rambut, juara II, Dedy Ratmoyo dengan judul Topeng-topeng. Kemudian juara kelompok, Dedy Ratmoyo bersama Albertus memenangkan juara I dengan judul Operasi Otak, sedang pantomim berjudul Rumah Sakit Jiwa dimainkan Ita Ratmoyo, Bambang dan Dodik memenangkan juara II. Untuk itu Juara Umum diraih oleh kelompok Yogyakarta.
Aktivitas pantomim di Indonesia pada dekade ini sangat merebak. Di Taman Ismail Marzuki Jakarta pada tanggal 10-11 April 1987, kelompok Sena Didi Mime mementaskan karya kolosal dengan judul beca. Di Yogyakarta, Jemek Supardi tahun 1986 mementaskan Lingkar-lingkar dan tahun 1987 mementaskan Kepyoh. Dedy Ratmoyo tahun1986 memntaskan, Tambang Ping-pong Skripsi, tahun 1988 mementaskan Dirigent, Ngintip, Pintu dan Pencuri, Dengan demikian pementasan pantomim dekade 1980-an memang sangat menggembirakan. Bahkan pementasan tidak hanya di kota-kota besar saja, tetapi mencapai kota-kota kabupaten seperti Temanggung,Purwokerto,Klaten dan lain sebagainya.
Di Jakarta, Sena, Didi, dan Mime menggarap pertunjukan kolosal, seperti : Soldat,Stasiun, Lobi-lobi Hotel Pelangi, Se Tong Se Tenggak, dan beberapa nomor di atas dipentaskan di Semarang dan Yogyakarta. Dekade 1980-an, eksistensi seni pertunjukan pantomim di Yogyakarta didominasi pementasan Deddy Ratmoyo dan Jemek Supardi. Deddy Ratmoyo giat berkarya pantomim, mengadakan lomba pantomim dan mengikuti lomba pantomim baik tingkat lokal maupun nasional serta dia juga pentas di hotel-hotel. Karyanya antara lain Rumah Sakit Jiwa. Ping Pong, dan lain-lain. Jemek Supardi aktif berpentas di gedung Senisono Art Galery, Taman Budaya Yogyakarta, dan hotel-hotel. Adapun karya Jemek Supardi yang patut disimak seperti Perahu Nuh, Adam dan Hawa, Serta lainnya. Dekade ini juga diramaikan oleh Djadug Fewrianto, ia berpantomim di TVRI Stasiun Yogyakarta bersama-sama Jemek Supardi. Pantomim karya Jadug lebih banyak menggarap unsur musikalirtas pertunjukan. Dekade 1980-an yang penuh dengan kegiatan pertunjukan kontenporer, sehingga membuat pantomim ikut maju selangkah dalam penampilan.
Dekade 1990-an, eksistensi seni pertunjukan pantomim mengalami pasang surut, hanya tiga tokoh yang selalu setia menghidupi pantomim secara suntuk, yaitu Moortri Poernoma, Jemek Supardi dan Deddy Ratmoyo. Awal dekade 1990-an terasa lesu aktivitas pantomim Yogya, tetapi tetap saja muncul generasi muda yang berpantomim seperti Darto. Nina Azwar, Dwijo Suyono, Faiq Ende Reza, Amusu, dan Broto. Kebangkitan berpantomim Yogyakarta menunjukan geliatnya sejak diadakan diskusi Pantomim Yogyakarta oleh Taman Budaya Yogyakarta dengan pembicara Bakdi Sumanto dan Moortri Pornomo pada tanggal 4 Nopember 1992. Kedua pembicara menekankan pentingnya Yogyakarta tetap menghidupkan pantomim terutama tokoh-tokoh seperti Deddy Ratmoyo, Jemek Supardi harus banyak memasyarakatkan pantomim kepada generasi muda dan mesyarakat pada umumnya.
Pada tahun 1992, atas prakarsa Seksi teater Modern Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) ke-V yang dikoordinator Sri Harjanto Sahid maka ditunjuklahMoortri Poernomo untuk berpentas pantomim dengan judul Kelahiran yang didukung Jemek Supardi, Dedy Ratmoyo,Reza dan lain sebagainya. Dalam tahun ini diprakasai berdirinya wadah kegiatan aktor pantomim Yogyakarta dengan nama Gabungan Aktor Pantomim Yogyakarta (GAPY). Kemudian tahun 1994, dalam FKY ke-VI tepatnya 28 Juni 1994, GAPY kembali menggelar lakon pilar-pilar karya dan sutradara Moortri Poernomo dengan didukung oleh Jemek Supardi, Dedy Ratmoyo, Nur Iswantara, Reza Christ dan Dwi.
Pementasan seni pantomim di Yogyakarta dekade 1990-an pada awalnya mengalami lesu darah. Setelah ada diskusi pantomim Yogyakarta dengan pembicara Bakdi Sumanto dan Moortri Poernomo atas prakarsa Taman Budaya Yogyakarta yang intinya mengajak seniman mime berkarya maka bangkitlah pantomim di Yogyakarta. Pada tanggal 4 Nopember 1992 diadakan pergelaran seniman pantomim Yogyakarta. Penyelenggara pentas Taman Budaya dan proyek Kesenian Depdikbud Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun yang tampil Dedy Ratmoyo membawakan judul Ping-pong, Darto berjudul Pemulung, Reni Aznita Azwar mementaskan Terjebak, Jadug Ferianto menggelar Topeng, Jemek Supardi memainkan ulang Adam dan Hawa serta grup Dedy Ratmoyo mementaskan Tugu Pahlawan.
Pada tahun 1993 seniman pantomim Yogyakarta mendapat kesempatan pentas Festival Kesenian Yogyakarta ke-V dalam judul Kelahiran karya dan sutradara Moortri Poernomo. Kemudian pada tahun 1994, FKY ke-VI Gabungan Aktor Pantomim Yogyakarta (GAPY) kembali berpentas dengan judul Pilar-pilar karya dan sutradara Moortri Poernomo. Pada tahun 1985, Gabungan Aktor Pantomim Yogyakarta tidak mendapat jatah berpentas di FKY ke-VII. Akan tetapi berkat kerjasama dengan Taman Budaya Yogyakarta pada hari Rabu, 14 Juni 1995 berpentas dengan lakon Wajah Malioboro karya dan sutradara Deddy Ratmoyo. Pemain-pemain yang mendukung Deddy Ratmoyo,Jemek Supardi, Reza dan beberapa mahasiswa ASDRAFI Yogyakarta : Broto W,.Asih., Sotya PJH., RB. Montage, Jamal El Triport, Didiet Sas. Juga didukung mahasiswa Jurusan Teater Instiutu Seni Indonesia Yogyakarta: Yayat Surya, Purbo Swasono, Ahmad Jusmar, serta didukung pemain kanak-kanak Krisna.
Festival Kesenian Yogyakarta ke-VII, Seksi Teater Madern juga menampilkan pantomim dari Jakarta, Sena Didi Mime, Lakon yang dipentaskan berjudul Se Tong Se Tenggak pada tanggal 28 Juni 1995 di Gedung Purna Pudaya yogyakarta. Pementasan tersebut dilakukan menurut seksi teater modern FKY ke-VII dengan pertimbangan memperkaya materi sajian dan untuk memberikan rangsangan baru bagi modern di Yogyakarta, khususnya dunia pantomim (Indra Trenggono dalam Gali Budaya Sendiri, Buku Paduan FKY-VII,1995:55).
Pada 14 Juni 2000 dalam acara FKY XII, penulis ditunjuk sebagai seksi mim menampilkan Gabungan Aktor Pantomim Yogyakarta (GAPY) mementaskan Sampek Engtay. Mim di Yogya terus berbudaya komunitas mim seperti Reza Mime Club, Bengkel Pantomim Yogyakarta, dll. semakin menambah kegairahan berpantromim secara nyata.
   
   Jemek “Mimer Sejati” Supardi
Sena A. Utoyo dan Didi Petet tahun 1987 keduanya membuat wadah teater pantomim Sena Didi Mime.Kelompok ini memproklamirkan diri sebagai teater pantomim karena dalam penampilannya selalu melibatkan banyak pemain. Teknik gerak yang ditampilkan perpaduan gerak klasik, gerak modern, gerak tradisional dalam seni pantomim. Dalam garapannya selalu menampilkan tema sosial, suasana puitis serta simbolik. Hal itu dapat dilihat dalam karyanya seperti: Beca (1987), Stasiun (1988), Soldat (1989) Sekata Katkus du Fulus (1992), Se Tong Se Teng Gak (1994), dan Kaso Katro (1999). Jika dahulu Sena A. Utoyo (alm.) lewat kelompoknya Sena Didi Mime berusaha memasyarakatkan mime di Indonesia.
Sekarang masih adakah seniman mim sejati yang tetap setia menghidupi seni pantomim di Indonesia. Pengabdiannya yang panjang dan usianya setengah abad memang bukan hal yang mudah untuk tetap eksis dan intens dalam sebuah profesi. Siapa dia Seniman pantomim itu? Ternyata dia ada di Yogyakarta, namanya Jemek Supardi. Laki-laki kelahiran dusun Kembangan Pakem Sleman 22 Mei 1957 ini bertubuh kecil bahkan kecentet seperti Charlie Chaplin, jidatnya lebar. Penampilan kesehariannya sangat sederhana. Kaos, celana jeans belel dan topi biasa dikenakan. Tetapi kalau sudah diatas pentas gerak-geriknya bagaikan tiada tertandingi oleh siapa pun.
Masa kanak-kanak Jemek sudah akrab dengan keramian kota Yogya. Ia bersama keluarganya tinggal di Jalan Brigjen Katamso Yogyakarta yang sangat dekat dengan Taman Hiburan Rakyat (THR) sekarang Pura Wisata. Latar pendidikan formal Jemek diawali di Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Seni Rupa Indonesia (SSRI) Yogyakarta. Di SSRI ini ia hanya bertahan belajar selama dua bulan.
Jemek raja Kampret. Masa remaja Jemek diwarnai dalam kehidupan dunia hitam. Ia di lingkungan preman jamannya dikenal dengan nama kebesaran Kampret. Dimana daerah kekuasaan si Kampret berada di kawasan kuburan Kerkop THR Yogyakarta dan sekitarnya.Kampret adalah sejenis kelelawar, binatan malam yang biasa terbang mencari mangsa, mencuri buah-buahan di malam hari. Itulah sekilas masa lalunya Jemek Supardi. Berkat kesenian ia pun menjadi sembuh dari kebiasaan mengkampret.
Jemek dalam kesempatan tertentu mengatakan tentang seluk beluk dunia hitamnya. “Saya pernah masuk bui di Cirebon, nginap gratis di Kepolisian Ngupasan Yogya, akibat terseret dunia hitam. Itu kenyataan hidup saya yang tidak dapat dipungkiri. Berkat kesenian, saya dapat hidup normal. Saya berhutang budi pada kesenian sebab saya diberi pelajaran hidup yang berharga oleh seni. Untuk itu saya tidak dapat lepas dari seni, khususnya pantomim. Pantomim membuat saya ada artinya. Simbok saya pun menjadi tenteram dengan kehidupan saya yang menekuni kesenian. Tidak seperti dulu, terseret dunia jahat”.
Awal mula Jemek mengarungi dunia seni dilakukan di sanggar atau kelompok teater. Tahun 1974 ia bergabung dengan Teater Alam pimpinan Azwar AN. Ia banyak belajar dalam bidang artistik, sebagai kru pementasan dan selalu serius mengikuti olah tubuh. Di kelompok inilah asalmuasalnya Jemek berpantomim. Jemek selalu mengikuti Merit Hendra latihan pantomim. Segala gerak-gerik Merit ditirukan, ia pun rajin berlatih secara terus menerus tentang bahasa tubuh.Selain di Teater Alam, Jemek juga aktif di Teater Dipo yang merupakan cikal bakal Teater Dinasti pimpinan Fajar Suharno. Beberapa pentas bersama Teater Dinasti yang dialami Jemak antara lain: Syeh Siti Jenar, Gendrek Sapu Jagad, Geger Wong Ngoyak Macan, Umang-umang. Kemudian Jemek bersama Jujuk Parbowo pernah membantu Yullie Taymor, seorang teaterawan boneka Amerika Serikat keliling Indonesia.
Pemahaman Jemek tentang pantomim masih jauh dari sempurna, baru tahun 1975 ketika di gedung Seni Sono Art Galery ada pementasan mime berjudul Manusia dan Kursi oleh Wisnu Wardhana, maka pantomim semakin menjadi perhatiannya. Kenapa Jemek memilih pantomim, seperti dituturkannya:”Saya menggeluti pantomim, soalnya saya itu sangat kesulitan menghafalkan naskah dalam setiap produksi teater. Jika disuruh menghafalkan naskah selalu tidak nyantol, maka saya lebih puas bergerak melalu seni pantomim ini”. Mulai saat itulah Jemek menjatuhkan pilihan pada pantomim sebagai wahana ekspresi artistiknya.
Dunia seni pantomim bagi Jemek Supardi mepakan rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Artinya, Jemek berkat pantomim dapat menemukan kembali kesadarannya sebagai manusia normal. Ia kembali dalam kewajaran manusia yang harus bermasyarakat. Kapan Jemek mulai berpentas pantomim? Secara lugas dijawabnya, “Persisnya saya lupa. Kalau tidak salah mulai tahun 1976. Pertama kali mendukung pementasan pantomim Azwar AN., yang berjudul Malin Kundang di gedung Seni Sono Art Galery. Saya pun tidak muncul penuh, hanya telapak tangan dan telapak kaki saja yang dilihat penonton. Itulah awal saya ikut pentas pantomim, belum pentas sendiri”.
Proses kreatif Jemek dalam mecipta pantomim dilakukan dengan menggeliding. Lebih kanjut dipaparkan sebagai berikut:”Dalam mencipta, mime, ya, saya menggelinding saja. Seperti dalam kehidupan ini. Saya sudah di cap sebagai pantomimer, maka saya harus berkarya. Yang penting bagi saya mengolah tubuh supaya luwes, ada ide yang orisinal, keberanian berekspresi dan mementaskannya secara serius”. Proses yang dilakukan Jemek dengan olah tubuh, yakni bagaimana seorang seniman harus bekerja keras menyiapkan dirinya masuk dalam proses berkesenian secara total. Dengan demikian pasrah dirilah. Mental, pikiran dan tubuh harus lentur.
Karya seni mime Jemek Supardi biasanya dibawakan tunggal dan kolektif. Dekade 1970-an merupakan masa proses pencarian mime Jemek Supardi, yang terangkum dalam Sketsa-sketsa Kecil (1976-2979). Delkade 1980-an karya-karyanya seperti: Perjalanan hidup dalam gerak (1982), Jemek dan Laboratorium, Jemek dan teklek, Jemek dan Katak, Jemek dan Pematung, Arwah Pak wongso, Perahu Nabi Nuh (1984), Lingkar-lingkar, Air, Sedia Payung Sesudah Hujan, Adam dan Hawa, Terminal-terminal, Manusia Batu (1986), Kepyoh (1987), Patung selamat datang, Pengalaman Pertama, Balada Tukang beca, Halusinasi, dan Wamil (1988). Dekade 1990-an, karya-karyanya meliputi: Maisongan (1991), Menanti di Stasiun (1992),Termakan Imajinasi (1995), Pisowanan, Kesaksian Udin, Kotak-kotak, Pak Jemek Pamit Pensiun (1997), Badut-badut republik atau Badut-badut Politik, Bedah Bumi atau Kembali ke Bumi, Dewi Sri Tidak menangis, Menunggu Waktu, Pantomim Yogya-Jakarta di Kereta (1998) dan Eksodos (2000).
Mas Jemek yang sudah mencurahkan hidupnya di pantomim saat ini pun tetap tinggal di bilangan Jl. Brigjen Katamso didampingi sang isteri Treda dan putrinya Sekar bahkan tetap setia menunggui Simboknya. Fenomena Jemek dalam era reformasi semestinya akan semakin menambah munculnya “mimer sejati”. Siapa yang berani memasuki dunia kesejatian diri seperti Jemek Supardi? Broto Wijayanto, kau mau jadi generasi atau yang lain? Dan ruang waktu lah yang akan menguji !

Berdasarkan fakta budaya pantomim di dunia, Indonesia dan Yogyakarta serta khusus mengingat pengabdian “mimer sejati” Jemek Supardi dapat diambil hipotesa sementara sebagai berikut: Pertama, seni pertunjukan pantomim belum hadir sebagai ekspresi kesenian yang fungsional, ia masih sebatas sebagai wahana pencarian nilai artistik semata. Kedua seni pertunjukan pantomim belum mampu mengundang tanggapan dan dialog yang berdaya guna dan berhasil guna dalam masyarakat. Ketiga, seni pertunjukan pantomim belum secara realitis menjadi cermin daya imajinasi yang beragam dari masyarakat serta belum mampu menampilkan diri agar dapat diterima secara universal. Keempat, seni pertunjukan pantomim di Indonesia dalam taraf proses menemukan jati diri di tengah gerak budaya yang semakin global dibutuhkan kerja keras sebagaimana diperjuangkan Jemek Supardi. Bahkan kepedulian individu dan institusi seperti Gabungan Aktor Pantomim Yogyakarta (GAPY) sebagai wadah komunikasi sesama pecinta mim, seniman mim dibutuhkan guna menuju upaya profesionalisme.
Sisi lain budaya pantomim kita dalam perkrmbangan dari dekade ke dekade secara singkat dari tahun 1970-2000 dalam sekilas dapat ditarik pemahaman, bahwa ada harapan pantomim tetap hidup sebagai kesenian. Pantomim sebagai seni pertunjukan seperti karya seni lainnya, misalnya sastra, teater, adalah salah satu cara memahami kehidupan. Oleh sebab itu setiap karya seni pertunjukan termasuk pantomim dapat pula sebagai wahana untuk memahami kehidupan dalam masyarakat. Hal itu dapat dilihat dari seni pertunjukan pantomim yang dihasilkan oleh pantomimer seperti Jemek Supardi, danlainnya merupakan karya-karya yang merefleksikan lingkungannya.
Dengan demikian seni pertunjukan pantomim di Yogyakarta yang masih terus berkembang dalam gerak budaya yang dinamis setidaknya membutuhkan daya imajinasi yang hidup dalam masyarakat itu sendiri. Berbicara tentang budaya pantomim lebih khusus dalam “membangun keberlangsungan budaya pantomim” adalah berbicara keinginan, kenyataan dan harapan. Dengan demikian pantomim mesti hadir di tengah-tengah masyarakat sebagai kesenian yang fungsional dalam kehidupan itu sendiri. ***


   DAFTAR PUSTAKA:
Ben Martin, Marcel Marceau Master of Mime, New York: Panddington Press.Ltd., 1978.
Bakdi Sumanto (FS-UGM), Pantomim dan kita, Makalah Diskusi Kehidupan Pantomim di Yogyakarta, 4 Nopember 1992.
Charles Aubert., The Art of Pantomim, New York: Benjamin,Inc.,1970.
Harymawan, RMA., Dramaturgi,Bandung:Remaja Rosda Karya, 1993.
Hamzah,A.Adjib., Pengantar Bermain Drama, Bandung: Rosda Karya,1985.
Indra Tranggona, Gali Budaya Sendiri, Buku Panduan FKY ke-VII, Yogyakarta,1995.
Nur Iswantara, Kehidupan Seni Pertunjukan Pantomim di Yogyakarta, Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 1995.
___________, Pantomim di Indonesia Seni Pertunjukan Yang Tumbuh Ekspresif, Laporan Penelitian, Program Ekologi Teater Indonesia (PETI) Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI) Bandung, 1999.
Pramana Pmd. “ Pantomim di Negeri ini”.Jakarta: SKH. Kompas, 29 Maret 1987.
Richard Levin, Tragedy: Plays, Theory, and Criticism, New York: Harcourt Brace Javanovich,Inc.,1960.
Rendra, Mempertimbangkan Tradisi, Jakarta: PT. Gramedia,1984.
Penulis: Nur Iswantara
Staf Pengajar Jurusan Teater FSP ISI Yogyakarta, Staf Pengajar Luar Biasa pada PBSI-FKIP UAD Yogyakarta & Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian (STPP) Yogyakarta.
Sumber: http://www.geocities.com/makassarapasaja/BudayaPantomim.htm