Entri Populer

Senin, 26 Desember 2011

Save Our Heritage Lewat Pantomime


Save Our Heritage Lewat Pantomime
oleh Nissa Rengganis pada 17 November 2011
Nissa Rengganis
Nyasar Nyusur History Indonesia-bukan cuma mimpi!
Hidup berawal dari mimpi! Barangkali itu kalimat yang sudah usang di telinga kita. Tapi terkadang kata-kata itu sangat ampuh untuk terus menjaga harapan dan mengejar mimpi yang kita miliki. Cuma obrolan basi dan secuil mimpi di sore hari-mengawali  terbentuknya Komunitas Pantomim - digawangi oleh dua mahasiswa STSI Bandung Wanggi Boediardjo (Pantomime) dan Irwan Nu’man (musik-terompet) yang memiliki obsesi menelusuri Indonesia. Bosan di kampus dan malu kalau berani kandang terus. Itulah yang mendorong mereka "nekat" jalan-jalan keliling kota-yang rencana seluruh Indonesia. dan, bukan kota-kota imajiner.
Nyasar Nyusur History Indonesia-begitulah nama perjalanan mereka.  Perjalanan mereka bukan sekedar untuk mencecap gemerlap kota. lebih dari itu. Mereka menyusuri kota-kota dengan membawa pertunjukan pantomime dengan memilih bangunan-bangunan tua menjadi latarnya. Pangung jalanan- itu yang saya tangkap dari konsep perjalanan mereka. Aksi mereka di halaman Balai Kota Cirebon dan Alun-Alun Kejaksan pada 30 Oktober kemarin sama sekali diluar yang saya bayangkan. Sebuah pertunjukan dimana tidak ada panggung megah, tidak ada riuh tepuk tangan penonton-tidak dengan baliho-baliho sponsor perjalanan-atau tiket masuk ke dalam gedung pertunjukan. Jalanan di tiap sudut kota disulap menjadi panggung yang sederhana dengan penampilan pantomime komedi hitam yang ceria ala J-Mack. Simboliasasi sepatu dipilih oleh Wanggi untuk menunjukkan betapa persoalan itu masih banyak dan menyesakkan. Aksi pantomime menjadi lebih hidup dengan suara terompet yang menjadi magnet tersendiri. Nyanyian terompet yang dibawakan Irwan Nu’man bukan sekedar menajdi musik pendamping, melainkan sebagai pengisi dari kekosongan-kekosongan mimik dan gerak pantomime.
Heritage: Bukan Basa-basi
Pantomime dipilih oleh dua mahasiswa STSI ini sebagai media untuk mengkampanyekan heritage. Hal ini bermula dari kegelisahan mereka yang menyaksikan banyaknya bangunan-banguann bersejarah di kota Bandung berganti wajah menjadi bangunan modern seperti factory outlet, café n resto, hotel dan lainnya. Layaknya anak muda yang selalu bergairah-ini pun membuat mereka ingin ambil bagian dalam pelestarian heritage. Sejauh ini, gerakan-gerakan pelestarian hertige di Bandung pun hanya sebatas pada kegiatan formal seperti masuknya dalam tour wisata heritage atau workshop terkait sejarah kebudayaan Indonesia. Namun, kehadiran kelompok-kelompok muda yang ikut dalam kampanye heritage memberi warna segar dengan mengemas beberapa event yang lebih dekat dengan segmen anak muda semisal lomba foto banguann tua, karnaval film, music, karnaval sepeda ontel dan salah satunya pertunjukan pantomime.
Spirit ‘street on the street”  yang dibawa oleh kelompok Pantomime asal Bandung- sudah tampil di lima kota dan seluruhnya memusatkan pada beberapa bangunan tua sebagai bentuk kampanye mereka atas pelestraian bangunan tua. Di Jakarta penampilan mereka di pusatkan pada pelataran kota tua Fatahillah.  Aksi mereka di Bandung berlokasi pada tiga tempat yaitu Gedung Merdeka, Gedung Sate dan Rumah Bata Merah. Sama halnya dengan di Yogyakarta, tanggerang dan Cirebon yang memilih lokasi di pelataran bangunan tua seperti kantor pos besar (Yogya), alun-alun Cirebon dan kali cisadane di Tanggerang. Beberapa lokasi yang dipilih tersebut merupakan salah satu cara mereka untuk ikut ambil bagian dalam pelestarian bangunan-banguan tua di berbagai kota.
Bukan saja upaya pelestarian bangunan tua lewat kampanye heritage-nya, namun kelompok ini juga berusaha melestarikan tradisi pantomime-dimana pantomime sendiri masih kurang popular di Indonesia. Dengan konsep street on the street mereka berharap kehadiran pantomime bisa membuka ruang apresiasi langsung pada penikmatnya. Karena, sejauh ini pantomime hanya hadir dari panggung ke panggung dan gedung ke gedung. Hal ini yang menyebabkan pertunjukan pantomime menjadi ruang yang sunyi.  Gagasan Nyasar Nyusur History Indonesia-membuka ruang-ruang baru bagi penikmat pantomime dan memberi kemungkinan apresiasi yang intents antara pegiat dan penikmat.
Pantomime, terompet, juru foto dan misi heritagenya – bagi saya menjadi hidup karena spirit berproses yang dibawa dari dua lelaki-belum rampung kuliahnya ini. Spirit berkesenian mereka ditunjukkan dari keberaniannya menunda tugas-tugas kuliah, jalan-jalan dengan uang ngepas, dan keberanian menyoal isu-isu global hari ini adalah titik pencapaian atas proses mereka.
Masih banyak yang perlu di pertanggungjawabkan dari perjalanan mereka. semisal seberapa signifikan isu heritage yang mereka bawa-kalau sekedar tampil dengan latar bangunan-banguan tua. alih-alih mereka terjebak dan 'latah' dengan isu global hari ini-salah satunya heritage yang mereka kampanyekan. Tapi, terlepas dari itu- saya kira perjalanan mereka memungkinkan membuka ruang-ruang apresiasi,  silaturahmi, berbagi dan mengamati perkembangan komunitas di tiap kota. Itulah barangkali bentuk investasi mereka- yang jauh lebih mahal dan berharga ketimbang bantuan dana dari para donator atau penjualan tiket pertunjukkan. Sampai tulisan ini selesai, saya salut atas keberanian dan rasa keras kepala mereka untuk tetap berkarya dengan kondisi (keungan) seadanya tapi tidak menjadi apa adanya. Mungkin sprit macam ini yang perlu di adopsi oleh beberapa komunitas di Cirebon. Bravo!
Buat dua sahabat saya: Irwan Nu’man dan Wanggi Boediardjo
Pantomime:Nyasar Nyusur History Indonesia edisi Cirebon 30 Oktober 2011- Halaman Balaikota dan Alun-Alun Kejaksan
*Photograper:
 - Ilman Saputra
 - Muhammad Iqbal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar